sevmananda.com - Menorehkan Kata-kata, Menyuguhkan Cerita
  • Home
  • Sesuatu di Jakarta
  • Sesuatu di Jogja
  • Perfilman
  • Bebuku
Home
Sesuatu di Jakarta
Sesuatu di Jogja
Perfilman
Bebuku
sevmananda.com - Menorehkan Kata-kata, Menyuguhkan Cerita
  • Home
  • Sesuatu di Jakarta
  • Sesuatu di Jogja
  • Perfilman
  • Bebuku
komedi•psikologi•serial

Senengnya Jadi Mahasiswa Psikologi (1)

senengnya jadi mahasiswa psikologi

Menurut kisaran total mahasiswa yang kuliah di Psikologi UGM, mahasiswa cowok jauh lebih sedikit daripada cewek-ceweknya. Jumlah cowoknya sekitar 40-an, sedangkan jumlah ceweknya lebih dari 100. Jadi, kalau mahasiswanya berencana pacaran sama mahasiswi sefakultas sekaligus seangkatan bias dapet lebih dari 2. But, are you serious?

Salah satu hal yang menjadikan saya seneng jadi mahasiswa psikologi adalah:

  1. Psikologi mempelajari tentang manusia

Psikologi secara ilmiah merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilakudan proses mental. Sebenarnya masih banyak artian lagi, terlebih dari dosen dan mahasiswa yang mempunyai definisi sendiri. Waktu awal-awal masukkuliah, menurut saya, psikologi adalah ilmu (logos) tentang jiwa (psyche). Nah, kalau saat ini, saya mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang aku, kamu, dan dia, serta mereka yang sama manusianya. Merdeka!

Terlepas dari definisi ilmiah, psikologi bagi saya mempunyai artian luas namun detil. Sejenak saya mengingat, psikologi mempelajari tentang manusia. Termasuk tentang pembaca yang budiman.

Kenapa manusia mengingat? Karena ada yang namanya memori.

Kenapa manusia marah? Karena ada yang namanya emosi negatif.

Kenapa manusia kegirangan? Karena ada yang namanya emosi positif.

Kenapa manusia bias marah sambil kegirangan tetapi nggak bias mengingat? Karena mungkin dia lagi aneh dan amnesia.

Kenapa manusia begini dan kenapa manusia begitu adalah polemic dalam kehidupan sekitar kita. Manusia yang berjiwa terbuka cenderung ekstrovert, sedangkan yang berjiwa tertutup cenderung introvert. Tapi ada juga yang ektrovert berlagak selayaknya introvert, hal itu disebut dengan introvertly extrovert. Juga sebaliknya.

Penelitian di bidang psikologi juga lebih banyak yang membahas tentang manusia pada umumnya. Yang dibahas pun merupakan hal-hal yang patut dipahami dengan baik. Misalnya saja tentang sosial, perkembangan manusia, atau pendidikan.

Setiap insan manusia memiliki individual difference. Selalu ada keunikan dari tiap-tiap manusia. Tidak ada orang kembar yang bisa sama persis 100% kelakuannya dengan kembarannya. Bayangkan, gimana kalau mereka sama persis 100%? Bisa saja di saat tipe istri idaman mereka sama persis, maka yang terjadi adalah rebutan istri. Seperti ini:

A : “Kembalikan cintaku, wahai saudara kembarku! Dia itu wanita idaman yang sesuai dengan tipe hatiku. Jangan kau rebut dia!”

B : “Aku tidak akan melepaskannya untukmu, duhai saudara kembaranku! Dia itu wanita idaman yang sesuai dengan tipe hatiku juga, bahkan juga jantungku dan pikiranku. Dia milikku!”

Kemudian A dan B sama-sama menyanyikan lagunya Yovie and The Nuno – Dia Milikku.

Yak, cukup.

Itu alasan pertama kenapa saya seneng dengan psikologi. Kocak memang, tetapi terkadang ada satirnya. Dan, psikologi tidak akan terlepas dari kondisi sekitar. Psikologi akan selalu bergandengan dengan tiap-tiap manusia.

Salam cah jiwa!

0111.2014

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on Google+ (Opens in new window)
ceritacerita•keresahan•nonfiksi

Sekat Pertemanan

sekat pertemanan

Terlalu banyak caci maki, terluap lupa pada banyaknya rasan-rasan. Digambarkan seolah beda dari yang lain. Dijalani benar-benar untuk menjadi gerombolan yang satu visi. Samanya minat terkoneksi tetapi sinyal bakat menghargai tak diurusi. Orang-orang bergerombol menyendiri dari gerombolan yang lain. Saya menyendiri dari para gegerombol. Gerombolan mengecam, gerombolan yang lain mangancam. Aduhai, saya tak berani macam-macam.

Setiap delik mata menyayat setiap pandang dari kubu yang lain. Beda rumpun, maka beda darah. Beda darah, maka halal dihina. Itu menurut mereka. Bagi saya, toh sama saja. Kita semua sama-sama menghirup oksigen, bukan menghirup darah yang lain!

Polahnya meninggikan otot leher. Meneriakkan sebuah kalimat memakai tanda seru. Berulang-ulang, tak henti-henti walau sudah saatnya pulang. Tidak ada keberanian sejati yang layak disebutkan. Pun tidak pantas menyebutnya pahlawan zaman sekarang. Merekalah yang pantas disebut kerumunan yang lupa, yang tidak saling jaga, yang tidak sarat makna pada yang selainnya. Inilah sebuah momen yang sudah diduga perpecahannya.

Sebuah batas yang tergaris oleh pemikiran. Anda injak, bersiaplah disayat. Anda berpolah, bersiaplah tak bergerak. Disayat tanpa mampu bergerak dilakukannya karena tidak ada kesepahaman. Juga tidak ada saling pengertian. Paham-paham mengungkung untuk menjaga entitasnya masing-masing. Sepertinya, inilah visinya. Dimanakah nuraninya? Bagi mereka, tidak ada yang hina kecuali gerombolan mereka.

Melihat alurnya memang membosankan, apalagi tokohnya. Sangatlah ramai. Ada yang baku hantam. Ada yang serang batin di belakang. Ada yang lupa. Ada yang gila. Ada yang lupa dan gila. Semuanya memasukkan dirinya pada kategori manusia yang berkerumun. Tidak ada kebersatuan sekalipun sering menggelakkan canda soal kesatuan.

Coretan dalam hati menandakan sakitnya batin tidak termaafkan. Permohonan maaf setahun sekali hanya sebagai rutinitas. Benaknya tidak memahami. Relungnya tidak meresapi. Masih ada sekat perihal maaf. Selalu ada sekat soal pertemanan. Mengaku baik namun tak sanggup menebar kebaikan. Menilai salah pada yang lain namun tak ada usaha memperbaiki yang telah dinilainya. Lupa! Dimanakah nuraninya? Bagi mereka, nurani itu harus tampak pada gerombolannya saja. Saling menjaga hanya untuk kerumunannya saja. Saling gandeng sebatas pada lengan-lengan di sekitarnya saja. Yang berbeda, layak dibedakan. Yang dibedakan, dibiarkan dientahkan dilenyapkan. Lupa!

Inilah ini yang disebut peristiwa. Saya sebagai saksi dan pengulas berita. Memperingatkan dengan tulisan sederhana tanpa kecongkakan. Semoga tidak hina. Hanyalah digarap setelah memendam sajian dingin soal buruknya perilaku manusia. Inilah ini yang disebut peristiwa. Peristiwa tentang sekat pada pertemanan.

 

1508.2014, 8.12 PM

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on Google+ (Opens in new window)
aktivitas•ceritacerita•nonfiksi

Manusia yang Berkomitmen, Beramanah, dan Ber-migunani

MANUSIA yang berkomitmen amanah migunani

Siapa yang sudah sering berkomitmen? Manusia hidup di dunia ditantang dengan banyak komitmen. Mau atau menolak? Jual atau beli atau tawar dulu? Atau diabaikan?

Pengambilan keputusan beberapa detik bisa berpengaruh untuk masa-masa ke depan yang bukan hanya dialami kurang dari waktu ketika mengambil keputusan. Ada banyak kenangan, juga banyak duka. Termasuk ketika ingin menulis atau tidak. Ingin melanjutkan kuliah di UGM atau di Amerika Serikat atau tidak kuliah sama sekali. Ingin manggung atau tidak. Ingin standup atau cukup menonton. Ingin berjuang atau tidak. Itulah kehidupan, yang penuh dengan tantangan bergejolak. Yang penuh dengan kebimbangan untuk memilih.

Kata ’harus’ merupakan bentuk dari suatu kewajiban. Sedangkan, kata ‘perlu’ ialah bentuk dari suatu kepentingan. ‘Saya harus menjadi presiden Indonesia 20 tahun lagi’ berbeda makna dengan kalimat ‘Saya perlu menjadi presiden Indonesia 20 tahun lagi.’ Resapilah saja. ‘Perlu’ memiliki arti yang berdekatan dengan dibutuhkan. ‘Harus’ lebih berdekatan ke arah membutuhkan dalam tingkat diri sendiri. Pendeknya, bisa dilihat dari dampak. Kamu harus masuk UGM. Jika nyatanya nanti tidak masuk, boleh jadi kesedihannya akan berbeda dengan pergantian kalimat ‘Kamu perlu menjadi mahasiswa UGM’.

Alih-alih soal komitmen, banyak perasaan yang tidak bisa dirasakan sekejap untuk persoalan menjadi penanggung jawab. Orang-orang yang baik sering menyebutnya sebagai amanah. Oi, amanah itu datangnya sejak lahir. Manusia perlu menjadi manusia yang baik. Saya merasa takkan ada seseorang yang umurnya lebih dari tujuhbelas tahun yang tidak pernah diberi amanah. Orangtua menyuruh anaknya untuk membelikan bahan makanan di warung, itu salahsatu contoh suatu amanah bagi anak.

Amanah juga bisa diberi dari diri sendiri. Pahami, setiap orang punya cita-cita. Cita-cita yang baik dikejar dengan cara yang baik. Mengikat amanah diri sendiri adalah dengan mengejar cita-cita yang didambakan dengan cara yang baik. Kalaupun ada cita-cita yang baik tetapi di tengah-tengah dalam meraihnya terdapat cara yang buruk maka itulah yang disebut dengan merusak amanah. Tidak berperikekomitmenan terhadap diri sendiri. Huft…

Salahsatu amanah bagi semua manusia yang sering saya pikirkan adalah migunani. Menjadi yang bermanfaat, melakukan yang bermanfaat, dan mempengaruhi agar yang lain menjadi bermanfaat. Semuanya soal bermanfaat. Semuanya bukan soal dimanfaatkan yang lebih cenderung mengandung arti kurang baik bagi kalangan manusia.

Dalam ber-migunani, banyak resah yang muncul dari pikiran saya dan manusia lainnya. Seriusan mau turun tangan? Yakin kamu mampu membantu? Seberapa besar keinginanmu melayani masyarakat atau sebagian kecilnya? Ah, pencitraan! Ah, sok-sokan! Ah, gila lu, sob!

Mari jernihkan pikiran. Kita tidak perlu menjadi yang terbaik, kawan. Kita perlu berbuat yang terbaik. Buat masyarakat, buat anak-anak, buat kawan-kawan yang membutuhkan, buat kerumunan yang membutuhkan inspirasi dan motivasi, dan tentunya buat diri sendiri. Aduhai, siapapun mereka yang ngerasani atau mengejek kebaikan, maka biarkanlah. Maka mulailah mulai ber-migunani.

Satu hal terakhir, “Saya takut kalau nanti saya sudah tidak bisa ber-migunani.”

Salam hangat and cheers.

0907.2014, malam hari.

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on Google+ (Opens in new window)
ceritacerita•nonfiksi•prosa•Tulisan dalam Hitam Merah Putih Kelabu

Kerumunan yang Lupa | Mari Saling Jaga

KERUMUNAN YANG LUPA

Kita hidup di antara banyak orang yang juga sama-sama hidup. Tetapi, kita berkerumunan seolah-olah melupakan dan kemudian melalaikan arti hidup. Kerumunan yang lupa. Sebutlah tak ada tanda untuk menyebutnya menjadi kerumunan yang ingat. Kalaupun ingat, pasti hanyalah sejenak. Kembali menjadi lupa. Maklum. Kerumunan yang lupa.

Sanubari hati terbuang dan hanya diambil kembali setelah paham. Tetapi, pahamnya juga hanya sejenak. Kembali menjadi lupa. Maklum. Jangan mengerutkan dahi. Kita hidup sebagai manusia yang sering beralasan, “Maklum, saya manusia, kamu pun manusia. Manusia sering lupa.”

Kita hidup di antara banyak orang yang hidup dan sama-sama bisa lupa. Rekam memori yang rusak menjadikannya saling lupa. Kalaupun rekam memori tidaklah rusak, kerumunan akan berpura-pura lupa. Seolah-olah tak ingat. Maklum. Kerumunan yang lupa.

Sangkar solidaritas yang sering disuarakan sbukan untuk semua, melainkan untuk kerumunan-kerumunan tertentu yang pecah belah menyendiri tak bersatu. Solid? Never beaten? Low profile? Benar-benar kerumunan yang lupa.

Kita hidup di antara para pengkerumun yang sering tertawa-tawa. Banyak yang tidak memaknai perbedaan. Banyak yang lupa arti hidup. Saya berjuang untuk tidak berada di satu sisi saja. Sama-sama bersama memaknai hidup dengan menjadi orang-orang yang saling jaga. Pun juga saling senyum dan sapa. Cheers!

 

Sabtu | 1005.2014 | 19:32

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on Google+ (Opens in new window)

Find me

  • Instagram
  • Twitter
  • YouTube
Narasi Berlapis dari Sebuah Tulisan tentang Digital Marketing

Narasi Berlapis dari Sebuah Tulisan tentang Digital Marketing

November 24, 2019
Dua Garis Biru (2019)

Dua Garis Biru (2019)

July 31, 2019
Saya Perlu Menulis tentang Perpisahan dengan Jakarta dan Penetapan di Jogja

Saya Perlu Menulis tentang Perpisahan dengan Jakarta dan Penetapan di Jogja

June 4, 2019
Warga Kulon Progo yang Mencicipi Ibukota (2): Jadi Begini

Warga Kulon Progo yang Mencicipi Ibukota (2): Jadi Begini

May 30, 2019
Ia yang Pernah Satu Ruangan Denganku

Ia yang Pernah Satu Ruangan Denganku

May 10, 2019
Warga Kulon Progo yang Mencicipi Ibukota (1)

Warga Kulon Progo yang Mencicipi Ibukota (1)

May 9, 2019
Hukum Haram Menjadi Pendosa dan Ave Maryam

Hukum Haram Menjadi Pendosa dan Ave Maryam

April 21, 2019
Milly & Mamet & Kelucuannya & Kariernya & Keluarganya & Bukan Tentang Cinta & Rangga

Milly & Mamet & Kelucuannya & Kariernya & Keluarganya & Bukan Tentang Cinta & Rangga

April 16, 2019

Tags

2017 aktivitas anak bahagia bandung belajar buku cannes cerpen cinta eka kurniawan engkau fiksi film film pendek fire iBint ilmu iMop jakarta kerja kerumunan kuliah life love lupa manusia menulis novel perempuan perjalanan photo101 poem prosa psikologi Psikologi UGM puisi review film saya series syair teman UGM yogyakarta you

Archives

© 2019 Sevmananda